MEDIA PENDIDIKAN ISLAM
Kata media berasal dari bahasa Lati medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’
atau ‘pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara (وسائل) atau
pengantar pesan dan pengirim kepada penerima pesan. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, meteri atau kejadian yang membangun kondisi
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Dalam pengertian ini, guru,.
buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.[1]
Dengan demikian, media pendidikan dan
pengajaran itu terdiri atas manusia dan bukan manusia.
Rasulullah SAW. dalam proses
pendidikan dan pengajarannya menggunakan kedua media ini. Media manusia adalah
pribadi beliau sendiri, media jari dan lidah. Media bukan manusia mencakup langit,
bumi, dan matahari.
A. Media Manusia
1. Mengajukan
Pertanyaan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ». قَالُوا الْمُفْلِسُ
فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى
قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا
وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ.[2] رواه مسلم والترمذى قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
Abu hurairah meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan
‘al-muflis’ (bangkrut)? Sahabat menjawab: ‘al-muflis di kalangan kami adalah orang yang tidak
memiliki uang dan harta benda’. Rasulullah berkata: ‘Sesungguhnya al-muflis
(orang yang bangkrut) di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat membawa pahala salat, puasa dan zakat. Selain itu, ia juga memfitnah
orang lain, menuduh orang lain (berbuat maksiat), memakan harta orang lain
(dengan cara tidak halal), menumpahkan darah dan memukul orang lain. Lalu,
masing-masing kesalahan itu ditebus dengan kebaiakan (pahala) nya. Setelah
kebaikan (pahala)nya habis sebelum kesalahannya terselesaikan, maka dosa orang
yang dizaliminya itu dlemparkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam
neraka’.
Menurut Suyuthi, orang yang tidak atau
kurang meiliki harta, yang disebut orang sebagai bangkrut (muflis) itu,
bukanlah bangkrut sebenarnya karena keadaan seperti itu tidak selamanya. Ia akan berakhir ketika seseorang itu meninggal dunia.
Yang benar-benar bangkrut itu adalah orang-orang yang benar-benar celaka.
Pahala kebaikannya diambil untuk membayar utangnya (karena banyak
kejahatannya). Setelah pahalanya habis, diambil dosa-dosa orang yang dianiaya
itu diberikan kepadnya. Seterusnya, ia dilemparkan ke dalam neraka. Lengkaplah
penderitaannya.[3]
Dalam hadis di atas terlihat bahwa Rasulullah saw. memfungsikan dirinya
sebagai mediator. Beliau ajukan pertanyaan kepada para sahabatnya. Beliau
dengarkan jawaban mereka. Seterusnya, beliau menjelaskan apa sebenarnya inti
masalah yang dibicarakan sehingga tidak ada lagi tanda tanya dalam pikiran para
sahabat. Jadi, melalui beliau peserta didik mendapat informasi. Dengan
demikian, beliau adalah media
pembelajaran.
Adapun media yang diterapkan Nabi dalam upaya agar ajaran agamanya dapat
diterima dengan mudah oleh umatnya antara lain dapat disimak dengan melalui
media perbuatan Nabi Sendiri, di mana Nabi memberikan contoh langsung yang
dikenal dengan istilah “uswalun hasanah” (contoh teladan yang balk).
Dalam hal ini, Nabi sendiri telah banyak memberikan contoh. yakni ketika
mendirikan masjid Quba’ di luar Madinah. ataupun sewaktu membuat parit
pertahanan sebagal persiapan menghadapi perang Ahzab dan lain sebagainya. Dalam
pekerjaan-pekerjaan itu, beliau terjun langsung ke gelanggang, ikut bekerja dan
memimpin. Contoh teladan yang baik ini besar pengaruhnya dalam misi pendidikan
agama. bahkan dapat menjadi faktor penentu. Apa yang dilihat dan didengar anak
didik dan tingkah laku guru agama bisa menambah kekuatan daya didiknya, tetapi
sebaliknya dapat pula melumpuhkan daya didiknya apabila ternyata yang tampak
itu bertentangan dengan yang telah didengarnya.
Menurut Azhar Arsyad, Media
berbasis manusia merupakan media tertua yang digunakan untuk mengirimkan dan mengkomunikasikan pesan atau
informasi. Salah satu contoh yang terkenal adalah gaya tutorial Socrates.
Sistem ini tentu dapat menggabungkannya dengan media visual lain.[4]
Pertanyaan yang timbul adalah ‘Bagaimana kita dapat menggunakan komunikasi
tatap muka antar-manusia agar pelaksanaan rencana pelajaran efektif?
Media ini bermanfaat khususnya bila tujuan kita adalah mengubah sikap atau
ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan pembelajaran siswa. Misalnya,
media manusia dapat mengarahkan dan mempengaruhi proses belajar melalui
eksplorasi terbimbing dengan menganalisis dari waktu ke waktu apa yang terjadi
pada lingkungan belajar. Guru atau instruktur dapat merangkai pesannya untuk
satu kelompok khusus, dan setelah itu dirangkai menurut kebutuhan belajar
kelompok siswa atau irama emosinya. Sebagian kelompok dapat dimotivasi dan
tertarik belajar sedangkan sebagian lainnya mungkin menolak dan melawan
terhadap pelajaran.
Media berbasis manusia mengajukan dua
teknik yang efektif, yaitu rancangan yang berpusat pada masalah dan bertanya
ala Socrates. Rancangan pembelajaran yang berpusat pada masalah dibangun
berdasarkan masalah yang harus dipecahkan oleh pelajar.[5] Teknik
bertanya inilah yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. dalam hadis di
atas. Penggunaan teknik seperti itu telah membuat perhatian para sahabat
terfokus untuk mendengarkan inti pelajaran yang disampaikan oleh Rasulullah
SAW.
2.
Media Lidah dan Jari
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رضى الله
عنهما - قَالَ اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ فَأَتَاهُ النَّبِىُّ
- صلى الله عليه وسلم - يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ وَسَعْدِ
بْنِ أَبِى وَقَّاصٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رضى الله عنهم - فَلَمَّا
دَخَلَ عَلَيْهِ فَوَجَدَهُ فِى غَاشِيَةِ أَهْلِهِ فَقَالَ « قَدْ قَضَى » . قَالُوا
لاَ يَا رَسُولَ اللَّهِ . فَبَكَى النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا
رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - بَكَوْا فَقَالَ «
أَلاَ تَسْمَعُونَ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ ، وَلاَ
بِحُزْنِ الْقَلْبِ ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ -
أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ » .
وَكَانَ عُمَرُ - رضى الله عنه - يَضْرِبُ فِيهِ بِالْعَصَا ، وَيَرْمِى
بِالْحِجَارَةِ وَيَحْثِى بِالتُّرَابِ[6]
. رواه البخارى ومسلم
Dari
Abdullab bin Umar RA. dia berkata. Sa’ad bin Ubadah menderita sakit. maka Nabi SAW datang
menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah
bin Masyarakat'ud RA. Ketika beliau SAW masuk menemuinya, maka beliau
mendapatinya sedang diliputi (dikelilingi) keluarganya. Beliau SAW bertanya,
Apakah Ia telah meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak. wahai Rasulullah! Nabi SAW pun menangis. Ketika orang melihat Nabi SAW
menangis, maka mereka pun turut menangis. Maka beliau SAW bersabda. Apukah
kalian tidak mendengar sesungguhnva Allah tidak menyiksa dengan sebhab air mata
dan tidak pula sebab keseddihan hati Akan tetapi Dia menyiksa dengan sebab ini- seraya
mengisvaratkan dengan lidahnya - atau
memberi rahmat. Sesungguhnya mayit disiksa
dengan sebab tangisan keluarganya kepadanya.
Umar bin Khaththab memukul orang dengan
karena hal tersebut dan melempari dengan batu serta dengan tanah.
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa ketika
orang melihat Nabi SAW menangis. muka mereka turut menangis). Ini
menunjukkan bahwa kisah ini terjadi setelah kisah Ibrahim (putra SAW) sebab
Abdurrahman bin Auf turut hadir di sini. Narnun tidak menanyakan kepada Nabi
SAW seperti yang ditanyakan kisah Ibrahim. Hal ini menunjukkan dia telah
mengetahui bahwa tangisan yang hanya sekedar mencucurkan air mata tidaklah
dilarang. Beliau SAW bersabda. “Tidakkah kalian mendengar.”). Yakni
apakah kalian tidak mendengarkan dengan sebaik-baiknya. Kalimat ini menunjukkan
bahwa Nabi SAW melihat sebagian mereka mengingkari apa yang beliau lakukan.
Oleh sebab itu, beliau menjelaskan kepada mereka perbedaan antara tangisan yang
dilarang dan tangisan yang diperbolehkan. (Menyiksa dengan sebab ini), yakni
jika ia ucapkan perkataan yang tidak baik. (atau adalah
Kandungan hadis
sehubungan dengan tema ini adalah ketika
menjelaskan yang salah itu, beliau menggunkan media, yaitu jarinya dan
lidahnya. "Disebabkan ini" sambil menunjuk kepada lidahnya. Dengan
demikian, Rasulullah saw. telah
menggunakan media jari dan lidah untuk menyampaikan pesan. Penggunaan media ini
tentu sangat efektif untuk menjelaskan maksus pelajaran yang diberikan oleh
Rasulullah saw.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- « أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِى الْجَنَّةِ كَهَاتَيْنِ ».
وَأَشَارَ بِأُصْبُعَيْهِ يَعْنِى السَّبَّابَةَ وَالْوُسْطَى.[7] رواه
الترمذى وأبو داود وأحمد
Dari
Sahl ibn Sa'ad, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: Aku dan pemelihara
anak yatim dalam sorga seperti ini. Beliau mengisyaratkan kedua jarinya yang
dirapatkan, yaitu: telunjuk dan jari tengah.
Dalam
hadis ini, Rasulullah SAW. mengajarkan bahwa orang yang memelihara anak yatim
memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan bakal menempati tempat terhormat
dalam sorga. Ketinggian dan kehormatan itu digambarkan oleh Rasulullah SAW.
bagaikan dua jari tangan (telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan). Dalam hal
ini, kedua jari tengah dijadikan media oleh Rasulullah SAW. untuk menjelaskan
kedekatannya dengan para pemelihara anak yatim.
B. Media Bukan Manusia
1. Media Langit dan Bumi
عَنْ أَنَسٍ قَالَ بَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه
وسلم- بُسَيْسَةَ عَيْناً يَنْظُرُ مَا فَعَلَتْ عِيرُ أَبِى سُفْيَانَ فَجَاءَ
وَمَا فِى الْبَيْتِ أَحَدٌ غَيْرِى وَغَيْرُ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم...
فَخَرَج رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- فَتَكَلَّمَ فَقَالَ « إِنَّ لَنَا
طَلِبَةً فَمَنْ كَانَ ظَهْرُهُ حَاضِراً فَلْيَرْكَبْ مَعَنَا ».... فَانْطَلَقَ
رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- وَأَصْحَابُهُ حَتَّى سَبَقُوا
الْمُشْرِكِينَ إِلَى بَدْرٍ وَجَاءَ الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى
الله عليه وسلم- « لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ إِلَى شَىْءٍ حَتَّى
أَكُونَ أَنَا أُؤْذِنُهُ ». فَدَنَا الْمُشْرِكُونَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى
الله عليه وسلم- « قُومُوا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ
». قَالَ يَقُولُ عُمَيْرُ بْنُ الْحُمَامِ الأَنْصَارِىُّ يَا رَسُولَ اللَّهِ
جَنَّةٌ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ قَالَ « نَعَمْ ». فَقَالَ بَخٍ بَخٍ....
رواه مسلم وأحمد
Dari Anas ibn Malik, ia berkata: Rasulullah
saw. mengutus Busaisah sebagai mata-mata untuk memperhatikan apa yang
dilakukan oleh kendaraan Abu Sofyan. Ia datang dan tidak seorang pun di rumah
selain saya dan Rasulullah SAW. ... Lalu Rasulullah SAW. keluar dan berkata:
sesungguhnya kita memiliki kebutuhan, siapa yang kendaraannya tersedia silahkan
pergi bersama kami…. Maka berangkatlah Rasulullah SAW. bersama
sahabat-sahabatnya sehingga mereka mendahului orang-orang musyrik di Badar.
Datanglah orang-orang musyrik, beliau bersabda: janganlah salah seorang kamu
mendahului sesuatu sebelum saya izinkan. Ketika orang-orang musyrik sudah
dekat, Rasulullah SAW. bersabda: Bangkitlah kalian untuk mendapatkan sorga yang
luasnya sama dengan langit dan bumi. Umair ibn al-Humam al-Anshari bertanya, ya
Rasulullah! Sorga seluas langit dan bumi? Beliau menjawab: ya, benar benar.
Di antara informasi
hadis di atas yang berhubungan dengan tema ini adalah Rasulullah saw. membangkitkan semangat jihad
para sahabat dengan bangkit, berdiri, dan mengajak mereka untuk ke sorga. Untuk
menggambarkan sorga itu, beliau menggunakan langit dan bumi
sebagai media. Apa yang beliau deskripsikan ini sesuai dengan apa yang
ditegaskan Allah dalam Alquran surat Ali Imran ayat 133 yang mengatakan bahwa
sorga itu seluas langit dan bumi.
- Media Matahari dan Bulan
عَنْ زِيَادُ بْنُ عِلاَقَةَ قَالَ سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ
بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ
النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله
عليه وسلم - « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ
يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا
فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ.[8]
رواه البخارى
Dari Ziyad bin
Ilaqah, dia berkata; Aku mendengar Mughirah bin Syu’bah berkata, “Terjadi
gerhana matahari pada hari kematian Ibrahim, maka manusia berkata, ‘Terjadi
gerhana matahari karena kematian Ibrahim’. Maka Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya matahari dan bulan adalah
dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah, keduanya tidak mengalami
gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena kehidupannya (baca:
kelahirannya). Apabila kalian melihat keduanya (gerhana), maka berdoalah kepada
Allah dan shalatlah hingga terang kembali’.
Informasi yang terkandung dalam hadis di atas
adalah: (1). Telah terjadi gerhana matahari pada saat kematian Ibrahim putera
Rasulullah SAW. , (2). Sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi karena
kematian Ibrahim, (3). Rasulullah saw. menegaskan bahwa gerhana matahari dan
bulan merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, (4). Peristiwa gerahana itu tidak
ada hubungannya dengan kematian atau kelahiran seseorang.
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa Rasulullah SAW.
menegaskan bahwa peristiwa gerhana matahari dan bulan itu merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah yang dikirimkannya untuk menakut-nakuti manusia.[9]
Tepat pada waktu terjadinya peristiwa gerhana matahari, Rasulullah SAW.
menjadikannya sebagai media untuk menanamkan keimanan kepada para
sahabat sekaligus membersihkan akidah mereka dari unsur-unsur khurafat.
Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media
pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan
proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Selain membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat
membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.[10] Sejalan dengan uraian ini, Yunus
(1942:78) dalam bukunya Al-Tarbiyah wa al-Ta’lim mengungkapkan, bahwasanya
media pembelajaran paling besar pengaruhnya kepada indera dan lebth dapat
menjamin pemahaman. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat
pemahamannya dan lamanya bertahan apa yang dipahaminya dibandingkan dengan
mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarnya.[11]
Selanjutnya, Ibrahim (1962:432) menjelaskan betapa
pentingnya media pembelajaran. Menurutnya,
media pembelajaran membawa dan rnembangkitkan rasa senang dan gembira
bagi murid-murid dan memperbarui
semangat mereka.. .membantu memantapkan pengetahuan pada benak para
siswa serta menghidupkan pelajaran.[12]
Dalam proses belajar mengajar kehadiran media
mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut
ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media
sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik
dapat disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang
mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan
bahan dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.[13]
Dengan demikian, anak didik lebih mudah mencerna bahan daripada tanpa bantuan
media.
Media pengajaran dapat mempertinggi hasil belajar
yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran dapat
mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat
media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain: (a) Pengajaran akan
lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, (b)
Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh
para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih balk, (c)
Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak
kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran, (d)
Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan
uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan,
mendemonstrasikan dan lain-lain.[14]
Contoh sederhana, guru akan mengajarkan kaifiyat
memandikan janazah. Ia menggunakan media seperti boneka, kain basahan, ember,
air, dan timba. Setelah guru memberikan penjelasan teknis, ia lalu menggunakan
alat yang tersedia dan siswa memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Hal ini akan
jauh lebih menarik daripada hanya mendengar ceramah guru ntentang kaifiyat tersebut.
[1]Azhar Arsyad, Media
Pembelajaran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), Cet. Ke06, 3
[3] Abdurrahman ibn Abi Bakr Abu al-Fadhl
al-Suyuthiy, Syarh al-Suyuthiy 'alâ Muslim, Juz 16, h. 135 dalam Al-Maktabah
al-Syamilah
[4]Azhar Arsyad, Op.cit., h.
82
[6]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz
1, h. 502-503
[8]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz
1, h. 413-414
[13]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2006), Cet.ke-3, h. 120
[14] Nana Sudjana
dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, (Bandung, Sinar Baru Algesindo,
2002), Cet.ke-5, h. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar