Saya itu ...

Foto saya
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia

Senin, 10 Oktober 2016

peserta didik



 PESERTA DIDIK

Peserta didik  adalah anggota masyarakat  yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran  yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan  tertentu (UU Sisdiknas, ps. 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik itu bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikisnya. Hal itu sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal dunia. Buktinya, orang yang hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.
Sebutan untuk peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, peserta didik  disebut anak. Di sekolah/madrasah, ia disebut siswa. Pada tingkat pedidikan tinggi, ia disebut mahasiswa. Dalam lingkungan pesantren, sebutannya santri. Sedangkan di majelis taklim, ia disebut jamaah (anggota).
Dalam bahasa Arab juga terdapat term yang bervariasi. Di antaranya thalib, muta'allim, dan murid. Thalib berarti orang yang menuntut ilmu. Muta'allim berarti orang yang belajar dan murid berarti orang yang berkehendak atau ingin tahu.

A.    Keutamaan Peserta Didik
عن أبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ[1]. رواه الترمذى
Dari Abu Hurairah, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya dunia dan isinya terkutuk,kecuali zikrullah dan hal-hal terkait dengannya, alim (guru), dan peserta didik.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْعِلْمِ  الْعَالِمُ وَالْمُتَعَلِّمُ شَرِيكَانِ فِي الاَجْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي سَائِرِ النَّاسِ.[2] رواه الطبرانى
Dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: hendaklah kamu ambil ilmu ini. ... Orang alim (pendidik) dan muta'allim (peserta didik) berserikat dalam pahala dan tidak ada manusia yang lebih baik daripadanya.
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ.[3] رواه البخارى
Usman ibn Affan berkata, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kamu adalah orang ygmempelajari Alquran dan mengajarkannya.
عن صَفْوَانُ بن عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى بُرْدٍ لَهُ، فَقُلْتُ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ أَطْلُبُ الْعِلْمَ، فَقَالَ:"مَرْحَبًا بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ، فَمَا جِئْتَ تَطْلُبُ؟.[4] رواه الطبرانى
Shafwan ibn 'Assal al-Muradiy berkata, Saya datang kepada Rasulullah saw. , waktu itu, ia sedang berada di masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Saya datang untuk menuntut ilmu. Beliau berkata: Selamat datang penuntut ilmu. Penuntut ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan dilindunginya dengan sayapnya. Kemudian mereka belomba-lomba untuk mencapai langit dunia karena senang kepada apa yang ia tuntut. Maka kapan kamu belajar?
B. Syarat-syarat Peserta didik
1. Peserta Didik harus Ikhlas
عَنْ مُعَاذِ بن جَبَلٍ، عَن ْرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:"مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ، وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ فِي الْمَجَالِسِ، لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ"[5]
رواه الطبرانى
Dari Mu'az ibn Jabal, Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama, menipu orang bodoh di majlis tidak akan mencium aroma sorga

عن مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ.[6] رواه الترمذى وابن ماجه

2. Menghormati Guru:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ قَالَ عَبْد اللَّهِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنْ هَارُونَ. رواه أحمد
Karakteristik Peserta Didik
1. Memiliki potensi lentur, dapat dibentuk dan dikembangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ ، هَلْ تَرَى فِيْهَا جَدْعَاءَ. [7] رواه البخارى ومسلم وأبوداود والترمذى والنسائى ومالك وغيره
Abi Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW. bersabda “Setiap anak dilahirkan menurut fitrah[8] (potensi beragama Islam). Selanjutnya, kedua orang tuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu melihat  kekurangan padanya? (HR Bukhari).[9]
Kata yuhawwidânih dalam hadis di atas berarti kedua orang tua mengajar dan menggiring anaknya menjadi orang Yahudi. Kata-kata “yunaşşirânih” berarti bahwa kedua orang tua pula yang mengajar dan menggiring anak menjadi Nasrani.[10] Dengan demikian, terlihatlah bahwa fitrah (potensi) anak bersifat lentur. Ia dapat berkembang. Arah perkembangannya dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang mengitarinya. Dalam hal ini, orang tua harus melaksanakan proses pendidikan terhadap anak-anak dengan sebaik-baiknya agar perkembangannya sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, yang disebut pendidikan Islam.
2. Memiliki Kemuliaan (Martabat)
عن أنس ، قال : سمعت ، رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « أَكْرِمُوْا أَوْلاَدَكُمْ وَأَحْسِنُوْا آدَابَهُمْ.[11]
Dari Anas, saya mendengarkan Rasulullah saw. bersabda: muliakanlah anak-anakmua dan baguskanlah pendidikannya.
3. Memiliki Kesamaan Derajat
عَنْ جابر ابن عبد الله خطبنا ْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى وَسَطِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ....[12] رواه أحمد والبيهقى
Jabir ibn Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkhutbah di depan kami pada pertengahan hari tasyri', beliau bersabda: Wahai manusia! Ketahuilah sesungguhynya Tuhanmu Esa, nenek moyangmu satu. Ketehauilah bahwa tidak ada kelebihan bagi orang Arab dari orang non Arab, tidak pula ada kelebihan orang non Arab dari orang Arab, tidk ada kelebihan orang yang berkulit merah dari yang berkulit hitam dan tidak pula sebaliknya, kecuali karena takwanya. Bukankah telah saya sampaikan?
4. Terdiri atas jasmani dan rohani
عن عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَهْوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ « إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ، فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ ...[13]. رواه البخارى
Sesungguhnya salah seorang di antara kamu dikumpulkan pada perut ibunya selama 40 hari, kemudian ía menjadi segumpal darah samaseperti itu, kemudian ía menjadi segumpal daging sama seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dengan membawa empat kalimat; ditulis amalnya, ajalnya, rezekinya, apakah ía sengsara atau bahagia. Kemudian dihembuskan kepadanya ruh….”

5. Memiliki Perbedaan tubuh dan warna Kulit
عَنْ أَبِى مُوسَى الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ آدَمَ مِنْ قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الأَرْضِ فَجَاءَ بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْرِ الأَرْضِ فَجَاءَ مِنْهُمُ الأَحْمَرُ وَالأَبْيَضُ وَالأَسْوَدُ وَبَيْنَ ذَلِكَ وَالسَّهْلُ وَالْحَزْنُ وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ[14]. رواه الترمذى وابن حبان والبيهقى وأبو داود وأحمد
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesugguhnya Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS dari genggaman tanah (buki) yang dicengkeram oleh Allah SWT. Lantas keturunan Adam diciptakan dari bahan bumi. Terciptalah mereka dengan berbagai warna kulit, ada yang merah, putih, hitam dan campuran antara warna tersebut. Ada pula yang berwajah ceria, sedih, jelek dan menarik.
6. Memiliki Perbedaan Kecerdasan:
عَنْ أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ[15]. رواه البخارى
Diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa Rasulullah SAW pernah berkata: “Sesungguhnya perumpamaan hidayah (petunjuk) dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti hujan yang turun ke Bumi. Di antara Bumi itu terdapat sebidang tanah subur yang menyerap air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, AlIah SWT menurunkan air itu agar manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan menanam. Ada juga sekelompok orang yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada air dan tidak tumbuh apa pun di tanah itu. Gambaran tersebut seperti orang yang mempunjai ilmu agama Allah SWTdan mau memanfaafkan sesuatu yang telah menyebabkan aku diutus oleh Allab SWT kemudian orang itu mempelàjari dan mengerjakannya. Dan seperti orang yang sedikitpun tidak tertarik dengan apa yang telah menjebabkan aku diutus oleh Allah SW/T. Ia tidak mendapat petunjuik dari Allah SWT yang karenanya aku menjadi utusan-Nya.
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menggambarkan perbedaan antarmanusia dalam kemampuan belajar, memahami, dan mengingatnya. Menurut Muhammad Utsman Najati, ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian intelektualitas. Berdasarkan hadis ini dapat disimpulkan bahwa intelektualitas manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan. Pertama, seperti tanah subur, yang berarti orang dalam golongan ini mampu belajar, menghafal, dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain sehingga ilmu yang dimilikinya dapat bermanfaat untuk dirinya dan juga bagi orang lain. Kedua, seperti tanah gersang, yang berarti orang dalam golongan ini mampu menjaga dan mengajarkannya kepada orang lain, tetapi ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat untuk dirinya, malainkan hanya untuk orang lain. Ketiga, seperti tanah tandus, yang berarti orang dalam golongan ini tidak tertarik dengan ilmu, apalagi menghafal dan mengajarkannya kepada oprang lain.[16]
7. Perbedaan Emosional
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قال رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ... أَلاَ وَإِنَّ مِنْهُمُ الْبَطِىءَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الْفَىْءِ وَمِنْهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَىْءِ فَتِلْكَ بِتِلْكَ أَلاَ وَإِنَّ مِنْهُمْ سَرِيعَ الْغَضَبِ بَطِىءَ الْفَىْءِ أَلاَ وَخَيْرُهُمْ بَطِىءُ الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَىْءِ أَلاَ وَشَرُّهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَطِىءُ الْفَىْءِ ...[17]. رواه الترمذى
Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada pula yang cepat marah dan cepat pula terkendali. Ingatlah, di antara anak Nabi Adam AS itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik mereka ialah anak Nabi Adam yang lambat marahnya dan cepat terkendalinya. Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam ialah yang cepat marahnya dan lambat terkendalinya.
Berdasarkan hadis di atas, Muhammad Utsman Najati mengelompokkan tingkat emosi kemarahan manusia pada tiga tingkatan. Pertama, orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengekspresikan kemarahannya. Kalau pun ia marah, ia akan cepat mengendalikan emosi kemarahannya. Orang semacam ini dikategorikan sebagai manusia yang sangat mulia. Kedua, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat, tetapi ia juga cepat mengendalikannya. Keitga, orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan jika emosi kemarahannya muncul, ia sulit mengendalikannya kecuali dalam rentang waktu yang cukup lama. Orang seperti ini dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.[18]


المعجم الكبير للطبراني - (ج 19 / ص 321)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ:"سَأُحَدِّثُكُمْ بِأُمُورِ النَّاسِ وَأَخْلاقِهِمْ: الرَّجُلُ يَكُونُ سَرِيعَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الْفَيْءِ، فَلا عَلَيْهِ، وَلا لَهُ، كَفَافٌ، وَالرَّجُلُ يَكُونُ بَعِيدَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الرِّضَا، فَذَاكَ لَهُ وَلا عَلَيْهِ، وَالرَّجُلُ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَعِيدُ الرِّضَا، فَذَاكَ عَلَيْهِ وَلا لَهُ، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي لَهُ وَيَقْضِي الَّذِي عَلَيْهِ، فَذَاكَ لا عَلَيْهِ وَلا لَهُ كَفَافًا، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي عَلَيْهِ وَلا يَقْضِي الَّذِي لَهُ، فَذَاكَ لَهُ وَلا عَلَيْهِ، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي لَهُ وَيَمْطُلُ النَّاسَ فِي الَّذِي لَهُمْ، فَذَاكَ عَلَيْهِ وَلا لَهُ".  رواه الطبرانى والبيهقى والترمذى وأحمد و

شعب الإيمان - (ج 5 / ص 440)
 7203 - مكرر ـ حدثنا أبو عبد الله الحافظ نا أبو العباس محمد بن يعقوب نا بكار بن قتيبة القاضي بمصر نا صفوان بن عيسى نا محمد بن عجلان عن القعقاع عن حكيم عن أبي صالح عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال :  إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد حتى يعلق بها قلبه  فذلك الران الذي ذكر الله في كتابه  { كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون }


[1]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 3, h. 384
[2]Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 8, h. 20 dalam Al-Maktabah al-Syamilah
[3]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 3, h. 2084
[4] Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 7, h. 49 dalam Al-Maktabah al-Syamilah
[5]Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 14, h. 467 dalam Al-Maktabah al-Syamilah

[6]Al-Tirmiziy, Op.cit.,
[7]Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhariy, Şahîh al-Bukhâriy,  juz 1, (Indonesia: Dahlan, t.th.), h. 532
[8]Dalam menjelaskan pengertian fitrah, ulama berbeda pendapat. Di antaranya dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalaniy bahwa pendapat yang termasyhur adalah bahwa yang dimaksud dengan fitrah itu adalah Islam. Menurut Ibnu ‘Abd al-Barr, “Pendapat itulah yang terkenal di kalangan umumnya ulama salaf”. Lihat Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâriy li Syarh Shahîh al-Bukhâriy, juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H = 1993), h. 619; Abi ath-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq al-‘Azhîm Âbâdiy, ‘Awn al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî  Dâwûd, juz 12, (Beirut: Dar al-Fikr, 1399 H = 1979 M), cet. ke-3, h. 487
[9]Terjemahan Penulis
[10]Ibid.
[11]A-Qadha'iy, Musnad al-Syihab al-Qadha'iy, 3, h. 44, dalam al-Maktabah al-Syamilah
[12]Â ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz 51, h. 244 d al-Maktabah al-Syamilah
[13]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 2, h. 1302
[14]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 4, h. 273
[15]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 1, h. 47
[16]Muhammad Utsman Najati, Op.cit., h. 274
[17]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 3, h. 327
[18]Muhammad Utsman Najati Op.cit., h. 275

Tidak ada komentar:

Posting Komentar