PESERTA DIDIK
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia
pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu (UU Sisdiknas, ps. 1 ayat 4). Dalam pendidikan Islam, yang menjadi peserta didik
itu bukan hanya anak-anak, melainkan juga orang dewasa yang masih berkembang,
baik fisik maupun psikisnya. Hal itu sesuai dengan prinsip bahwa pendidikan
Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal dunia. Buktinya, orang yang
hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat tauhid.
Sebutan untuk peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, peserta
didik disebut anak. Di sekolah/madrasah,
ia disebut siswa. Pada tingkat pedidikan tinggi, ia disebut mahasiswa. Dalam
lingkungan pesantren, sebutannya santri. Sedangkan di majelis taklim, ia
disebut jamaah (anggota).
Dalam bahasa Arab juga terdapat term yang bervariasi. Di antaranya thalib,
muta'allim, dan murid. Thalib berarti orang yang menuntut ilmu. Muta'allim
berarti orang yang belajar dan murid berarti orang yang berkehendak
atau ingin tahu.
A.
Keutamaan Peserta Didik
عن
أبى هُرَيْرَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ
ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ[1].
رواه الترمذى
Dari Abu Hurairah,
ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya dunia dan
isinya terkutuk,kecuali zikrullah dan hal-hal terkait dengannya, alim (guru),
dan peserta didik.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْكُمْ
بِهَذَا الْعِلْمِ … الْعَالِمُ
وَالْمُتَعَلِّمُ شَرِيكَانِ فِي الاَجْرِ وَلاَ خَيْرَ فِي سَائِرِ النَّاسِ.[2]
رواه الطبرانى
Dari Abi Umamah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:
hendaklah kamu ambil ilmu ini. ... Orang alim (pendidik) dan muta'allim
(peserta didik) berserikat dalam pahala dan tidak ada manusia yang lebih baik
daripadanya.
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ
عَفَّانَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ.[3]
رواه البخارى
Usman ibn Affan berkata, Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kamu adalah orang
ygmempelajari Alquran dan mengajarkannya.
عن صَفْوَانُ بن
عَسَّالٍ الْمُرَادِيُّ، قَالَ: أَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمْ وَهُوَ مُتَّكِئٌ فِي الْمَسْجِدِ عَلَى بُرْدٍ لَهُ، فَقُلْتُ لَهُ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي جِئْتُ أَطْلُبُ الْعِلْمَ، فَقَالَ:"مَرْحَبًا
بطالبِ الْعِلْمِ، طَالِبُ الْعِلْمِ لَتَحُفُّهُ الْمَلائِكَةُ وَتُظِلُّهُ
بِأَجْنِحَتِهَا، ثُمَّ يَرْكَبُ بَعْضُهُ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغُوا السَّمَاءَ
الدُّنْيَا مِنْ حُبِّهِمْ لِمَا يَطْلُبُ، فَمَا جِئْتَ تَطْلُبُ؟.[4]
رواه الطبرانى
Shafwan ibn 'Assal al-Muradiy berkata, Saya datang kepada Rasulullah
saw. , waktu itu, ia sedang berada di masjid. Saya berkata kepadanya: Ya Rasulullah! Saya datang
untuk menuntut ilmu. Beliau berkata: Selamat datang penuntut ilmu. Penuntut
ilmu dihargai dan disanjung oleh malaikat dan dilindunginya dengan sayapnya.
Kemudian mereka belomba-lomba untuk mencapai langit dunia karena senang kepada
apa yang ia tuntut. Maka kapan kamu belajar?
B. Syarat-syarat Peserta didik
1. Peserta Didik harus Ikhlas
عَنْ
مُعَاذِ بن جَبَلٍ، عَن ْرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ:"مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ
الْعُلَمَاءَ، وَيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ فِي الْمَجَالِسِ، لَمْ يَرَحْ
رَائِحَةَ الْجَنَّةِ"[5]
رواه
الطبرانى
Dari Mu'az ibn Jabal, Rasulullah saw.
bersabda: Siapa yang menuntut ilmu karena ingin merasa bangga sebagai ulama,
menipu orang bodoh di majlis tidak akan mencium aroma sorga
عن
مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- يَقُولُ « مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ
لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ
أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ.[6]
رواه الترمذى وابن ماجه
2. Menghormati Guru:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ
مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ
لِعَالِمِنَا حَقَّهُ قَالَ عَبْد اللَّهِ وَسَمِعْتُهُ أَنَا مِنْ هَارُونَ.
رواه أحمد
Karakteristik
Peserta Didik
1. Memiliki potensi lentur,
dapat dibentuk dan dikembangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ
يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ كَمَثَلِ الْبَهِيْمَةِ تُنْتَجُ الْبَهِيْمَةَ ، هَلْ تَرَى
فِيْهَا جَدْعَاءَ. [7] رواه البخارى ومسلم وأبوداود والترمذى والنسائى ومالك وغيره
Abi Hurairah RA meriwayatkan
bahwa Nabi SAW. bersabda “Setiap anak dilahirkan menurut fitrah[8] (potensi beragama Islam). Selanjutnya, kedua orang tuanyalah
yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi bagaikan binatang
melahirkan binatang, apakah kamu melihat
kekurangan padanya? (HR Bukhari).[9]
Kata yuhawwidânih dalam
hadis di atas berarti kedua orang tua mengajar dan menggiring anaknya menjadi
orang Yahudi. Kata-kata “yunaşşirânih” berarti bahwa kedua orang tua
pula yang mengajar dan menggiring anak menjadi Nasrani.[10] Dengan demikian, terlihatlah bahwa fitrah
(potensi) anak bersifat lentur. Ia dapat berkembang. Arah perkembangannya
dipengaruhi oleh situasi lingkungan yang mengitarinya. Dalam hal ini, orang tua
harus melaksanakan proses pendidikan terhadap anak-anak dengan sebaik-baiknya
agar perkembangannya sesuai dengan tuntunan ajaran Islam, yang disebut
pendidikan Islam.
2.
Memiliki Kemuliaan (Martabat)
عن
أنس ، قال : سمعت ، رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : « أَكْرِمُوْا أَوْلاَدَكُمْ
وَأَحْسِنُوْا آدَابَهُمْ.[11]
Dari Anas, saya mendengarkan Rasulullah saw.
bersabda: muliakanlah anak-anakmua dan baguskanlah pendidikannya.
3.
Memiliki Kesamaan Derajat
عَنْ
جابر ابن عبد الله خطبنا ْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى وَسَطِ
أَيَّامِ التَّشْرِيقِ فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلاَ إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ
أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلاَ لاَ فَضْلَ لِعَرَبِىٍّ عَلَى أَعْجَمِىٍّ وَلاَ
لِعَجَمِىٍّ عَلَى عَرَبِىٍّ وَلاَ لأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلاَ أَسْوَدَ عَلَى
أَحْمَرَ إِلاَّ بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ....[12] رواه أحمد والبيهقى
Jabir
ibn Abdullah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. berkhutbah di depan kami pada
pertengahan hari tasyri', beliau bersabda: Wahai manusia! Ketahuilah
sesungguhynya Tuhanmu Esa, nenek moyangmu satu. Ketehauilah bahwa tidak ada
kelebihan bagi orang Arab dari orang non Arab, tidak pula ada kelebihan orang
non Arab dari orang Arab, tidk ada kelebihan orang yang berkulit merah dari
yang berkulit hitam dan tidak pula sebaliknya, kecuali karena takwanya.
Bukankah telah saya sampaikan?
4. Terdiri atas jasmani dan rohani
عن عَبْدِ اللَّهِ
حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - وَهْوَ الصَّادِقُ
الْمَصْدُوقُ « إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
، ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ، ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ،
ثُمَّ يَبْعَثُ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ ، فَيُكْتَبُ
عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ ، ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ
الرُّوحُ ...[13].
رواه البخارى
Sesungguhnya
salah seorang di antara kamu dikumpulkan pada perut ibunya
selama 40 hari, kemudian ía menjadi segumpal darah samaseperti itu, kemudian ía
menjadi segumpal daging sama seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat
kepadanya dengan membawa empat kalimat; ditulis amalnya, ajalnya, rezekinya,
apakah ía sengsara atau bahagia. Kemudian dihembuskan kepadanya ruh….”
5. Memiliki Perbedaan tubuh dan warna Kulit
عَنْ أَبِى مُوسَى الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ آدَمَ مِنْ
قَبْضَةٍ قَبَضَهَا مِنْ جَمِيعِ الأَرْضِ فَجَاءَ بَنُو آدَمَ عَلَى قَدْرِ الأَرْضِ
فَجَاءَ مِنْهُمُ الأَحْمَرُ وَالأَبْيَضُ وَالأَسْوَدُ وَبَيْنَ ذَلِكَ وَالسَّهْلُ
وَالْحَزْنُ وَالْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ[14].
رواه الترمذى وابن حبان والبيهقى وأبو
داود وأحمد
Abu Musa al-Asy’ari
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: Sesugguhnya Allah SWT
menciptakan Nabi Adam AS dari genggaman tanah (buki) yang dicengkeram oleh
Allah SWT. Lantas keturunan Adam diciptakan dari bahan bumi. Terciptalah mereka
dengan berbagai warna kulit, ada yang merah, putih, hitam dan campuran antara
warna tersebut. Ada pula yang berwajah ceria, sedih, jelek dan menarik.
6. Memiliki Perbedaan Kecerdasan:
عَنْ
أَبِى مُوسَى عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « مَثَلُ مَا
بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ
أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ
الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ
الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ،
وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ
مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ
وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ
يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ
بِهِ[15].
رواه البخارى
Diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa
Rasulullah SAW pernah berkata: “Sesungguhnya perumpamaan hidayah (petunjuk)
dan ilmu Allah SWT yang menjadikan aku sebagai utusan itu seperti hujan yang
turun ke Bumi. Di antara Bumi itu terdapat sebidang tanah subur yang menyerap
air dan sebidang tanah itu rumput hijau tumbuh subur. Ada juga sebidang tanah yang tidak
menumbuhkan apa-apa, walaupun tanah itu penuh dengan air. Padahal, AlIah SWT menurunkan air itu agar
manusia dapat meminumnya, menghilangkan rasa haus, dan menanam. Ada juga
sekelompok orang yang mempunyai tanah gersang yang tidak ada air dan tidak
tumbuh apa pun di tanah itu. Gambaran tersebut seperti orang yang mempunjai
ilmu agama Allah SWTdan mau memanfaafkan sesuatu yang telah menyebabkan aku
diutus oleh Allab SWT kemudian orang itu mempelàjari dan mengerjakannya. Dan seperti orang yang sedikitpun
tidak tertarik dengan apa yang telah menjebabkan aku diutus oleh Allah SW/T. Ia
tidak mendapat petunjuik dari Allah SWT yang karenanya aku menjadi utusan-Nya.
Dalam hadis ini, Rasulullah SAW menggambarkan
perbedaan antarmanusia dalam kemampuan belajar, memahami, dan mengingatnya.
Menurut Muhammad Utsman Najati, ketiga kemampuan ini tergolong dalam pengertian
intelektualitas. Berdasarkan hadis ini dapat disimpulkan bahwa intelektualitas
manusia dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan. Pertama, seperti
tanah subur, yang berarti orang dalam golongan ini mampu belajar, menghafal,
dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain sehingga ilmu yang
dimilikinya dapat bermanfaat untuk dirinya dan juga bagi orang lain. Kedua, seperti
tanah gersang, yang berarti orang dalam golongan ini mampu menjaga dan
mengajarkannya kepada orang lain, tetapi ilmu yang dimilikinya tidak bermanfaat
untuk dirinya, malainkan hanya untuk orang lain. Ketiga, seperti tanah
tandus, yang berarti orang dalam golongan ini tidak tertarik dengan ilmu,
apalagi menghafal dan mengajarkannya kepada oprang lain.[16]
7.
Perbedaan Emosional
عَنْ
أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قال رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ... أَلاَ
وَإِنَّ مِنْهُمُ الْبَطِىءَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الْفَىْءِ وَمِنْهُمْ سَرِيعُ
الْغَضَبِ سَرِيعُ الْفَىْءِ فَتِلْكَ بِتِلْكَ أَلاَ وَإِنَّ مِنْهُمْ سَرِيعَ
الْغَضَبِ بَطِىءَ الْفَىْءِ أَلاَ وَخَيْرُهُمْ بَطِىءُ الْغَضَبِ سَرِيعُ
الْفَىْءِ أَلاَ وَشَرُّهُمْ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَطِىءُ الْفَىْءِ ...[17]. رواه الترمذى
Ingatlah, di
antara anak Nabi Adam AS itu ada yang lambat marah dan cepat terkendali. Ada
pula yang cepat marah dan cepat pula terkendali. Ingatlah, di antara anak Nabi
Adam AS itu ada yang cepat marah dan lambat terkendali. Ingatlah, sebaik-baik
mereka ialah anak Nabi Adam yang lambat marahnya dan cepat terkendalinya.
Ingatlah, seburuk-buruk anak Nabi Adam ialah yang cepat marahnya dan lambat
terkendalinya.
Berdasarkan hadis di atas, Muhammad Utsman
Najati mengelompokkan tingkat emosi kemarahan manusia pada tiga tingkatan. Pertama,
orang yang emosi kemarahannya lambat, jarang mengekspresikan kemarahannya.
Kalau pun ia marah, ia akan cepat mengendalikan emosi kemarahannya. Orang
semacam ini dikategorikan sebagai manusia yang sangat mulia. Kedua, orang
yang emosi kemarahannya terlalu cepat, tetapi ia juga cepat mengendalikannya. Keitga,
orang yang emosi kemarahannya terlalu cepat dan jika emosi kemarahannya
muncul, ia sulit mengendalikannya kecuali dalam rentang waktu yang cukup lama. Orang seperti ini dikategorikan sebagai manusia yang paling buruk.[18]
المعجم
الكبير للطبراني - (ج 19 / ص 321)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ
قَالَ:"سَأُحَدِّثُكُمْ بِأُمُورِ النَّاسِ وَأَخْلاقِهِمْ: الرَّجُلُ يَكُونُ
سَرِيعَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الْفَيْءِ، فَلا عَلَيْهِ، وَلا لَهُ، كَفَافٌ،
وَالرَّجُلُ يَكُونُ بَعِيدَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الرِّضَا، فَذَاكَ لَهُ وَلا
عَلَيْهِ، وَالرَّجُلُ سَرِيعُ الْغَضَبِ بَعِيدُ الرِّضَا، فَذَاكَ عَلَيْهِ وَلا
لَهُ، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي لَهُ وَيَقْضِي الَّذِي عَلَيْهِ، فَذَاكَ لا
عَلَيْهِ وَلا لَهُ كَفَافًا، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي عَلَيْهِ وَلا يَقْضِي
الَّذِي لَهُ، فَذَاكَ لَهُ وَلا عَلَيْهِ، وَالرَّجُلُ يَقْضِي الَّذِي لَهُ
وَيَمْطُلُ النَّاسَ فِي الَّذِي لَهُمْ، فَذَاكَ عَلَيْهِ وَلا لَهُ". رواه
الطبرانى والبيهقى والترمذى وأحمد و
شعب الإيمان - (ج 5 / ص 440)
7203
- مكرر ـ حدثنا أبو عبد الله الحافظ نا أبو العباس محمد بن يعقوب نا بكار بن قتيبة
القاضي بمصر نا صفوان بن عيسى نا محمد بن عجلان عن القعقاع عن حكيم عن أبي صالح عن
أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : إن المؤمن إذا أذنب ذنبا كانت نكتة سوداء في
قلبه فإن تاب ونزع واستغفر صقل منها قلبه وإن زاد حتى يعلق بها قلبه فذلك الران الذي ذكر الله في كتابه { كلا بل ران على قلوبهم ما كانوا يكسبون }
[1]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 3, h. 384
[3]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 3, h. 2084
[4] Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 7, h. 49 dalam
Al-Maktabah al-Syamilah
[5]Al-Thabraniy, Al-Mu'jam al-Kabir, Juz 14, h. 467 dalam
Al-Maktabah al-Syamilah
[6]Al-Tirmiziy, Op.cit.,
[7]Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhariy, Şahîh al-Bukhâriy, juz
1, (Indonesia:
Dahlan, t.th.), h. 532
[8]Dalam menjelaskan pengertian fitrah, ulama
berbeda pendapat. Di antaranya dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalaniy bahwa
pendapat yang termasyhur adalah bahwa yang dimaksud dengan fitrah itu adalah
Islam. Menurut Ibnu ‘Abd al-Barr, “Pendapat itulah yang terkenal di kalangan
umumnya ulama salaf”. Lihat Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalani, Fath al-Bâriy
li Syarh Shahîh al-Bukhâriy, juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H = 1993),
h. 619; Abi ath-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq al-‘Azhîm Âbâdiy, ‘Awn al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Dâwûd, juz 12, (Beirut: Dar al-Fikr, 1399
H = 1979 M), cet. ke-3, h. 487
[9]Terjemahan Penulis
[10]Ibid.
[11]A-Qadha'iy, Musnad al-Syihab al-Qadha'iy, 3, h. 44, dalam
al-Maktabah al-Syamilah
[12]Â ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz 51, h. 244 d
al-Maktabah al-Syamilah
[13]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 2, h. 1302
[14]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 4, h. 273
[15]Al-Bukhariy, Op.cit., Juz 1, h. 47
[16]Muhammad Utsman Najati, Op.cit., h.
274
[17]Al-Tirmiziy, Op.cit., Juz 3, h. 327
[18]Muhammad Utsman Najati Op.cit., h.
275
Tidak ada komentar:
Posting Komentar